Mungkin bukan ide yang konyol jika rencana untuk kemping di
alam bebas di lakukan dengan waktu dan tempat yang tepat.
Di hari yang telah di tentukan semua perlengkapan di siapkan
walaupun aku merasa bukan perlengkapan yang di sediakan tapi sebuah bawaan apa
adanya.
Kami mulai berangkat pada jam 2 siang, disinilah kami di
suguhkan dengan pemandangan yang sangat menakjubkan, terlihat dari atas bukit
desa sanguatang yang terhampar pesawahan dan sungai yang mengalir di sepanjang
desa ini, kamipun perlahan mulai meninggalkan pedesaan di kawasan utara
kabupaten purbalingga.
Jam menunjukan pukul
04 ketika kami sampai di pegunungan pinus, terlihat di sebelah utara
terbentang pesawahan yang kami sebenarny nggak tau di mana persisnya area
persawahan itu, setelah beristirahat beberapa menit kamipun bersiap untuk
mendirikan tenda yang kami maksudkan untuk berteduh dan istirahat malam ini,
namun ketika aku buka peralatan tenda,yang aku temukan hanyalah bahan berukuran
3X4 meter,
Apa yang harus aku lakukan dengan bahan yang berukuran 3X4
meter, mau di gelar buat tidur, ataasnya nggak ada, mau buat atasnya aja, nggak
ada alas tidurnya,mau di paksain buat tenda, cuman muat buat 2 orang itupun
nggak ada pintunya.
Sementara suasana mulai gelap otak kami terus berfikir
Tanpa ada perintah aku langsung mencari tempat untuk
memberdayakan bahan yang ada agar kami semua bisa tidur dengan aman.
Aku meminta tolong Zaenudin
untuk mencari ranting kayu yang cukup dengan panjang sekitar 2 meter, dan
zaenudinpun mencari di bantu Aziz yang dari tadi terbengong2 melihat
paemandangan yang mulai gelap.
Supri dan Latif juga tidak luput dari perintah dan mereka
mencari apapun yang bisa di gunakan
untuk menutupi tempat tidur (lebih tepatnya di sebut gubuk).
Setengah jam kemudian zaenudin datang membawa ranting yang
aku maksud, tanpa pikir panjang aku langsung memasangkan ketiga ranting pada
tebing yang tingginya sekitar 1,5 meter, di susul dengan supri dan latif
yang tergopoh2 membawa pohon glagah yang
telah mengering, yaaah apapun lah yang penting bisa buat tutup kanan kiri.
Mungkin terlihat konyol atau mungkin persisnya bisa di
bilang kayak Sudung (Rumah Babi hutan) Ha Ha Ha, tapi tak apalah yang penting
kan bisa buat tidur.
Denagn sedikit waktu yang tersisa kami mulai mengumpulkan
ranting-ranting kering untuk menyalakan api.
Matahari mulai tenggelam di sebelah barat meninggalkan warna
kekuningan di langit yang hampir gelap, kamipun mulai menyiapkan makan sore di
samping hutan pinus yang rimbun, setelah mie instan yang kami masak telah
matang kamipun langsung menyantap bersama,
agak aneh sih mie instan yang kami makan seakan-akan terasa manis,
mungkin efek air yang kami gunakan adalah dari mata air sekitar.
Sambil bercerita kamipun menghabiskan mie instan dan di lanjutkan
dengan sholat maghrib, namun kami tidak sholat maghrib berjamaah bersama,
karena 1 orang harus berjaga.
Kami menghabiskan malam bengan bercerita satu sama lain
dalam sebuah ruang yang sangat terbatas, sesekali kami terdiam tanpa suara dan
hanya terdengar nyanyian jangkrik dan siulan angin di hutan pinus di belakang
kami.
Malam berlalu pagi nmenyapa dengan senyum sang mentari walau
beberapa pohon masih di selimuti kabut yang seakan-akan enggan tuk meninggalkan
pohon-pohon itu.
Kami menuruni bukit untuk mencari tmpat mandi, namun yang
kami temui hanyalah puluhan air terjun yang tinngginya bervariasi mulai dari 2
– 15 meter.
Air terjun yang mengalir dengan percikan yang jernih terasa
sangat dingin menusuk pori-pori, maksud hati aku ingin mandi namun apa daya
badan mengigil.
Aku mulai mencari tempat lain untuk membasuh badan yang
memang dari kemarin sore belum sempat mandi, setelah beberapa menit mencari
akhirnya aku menemukan pancuran air yanng mengalirkan air jernih dan segar, akupun
mulai membuka semua pakaian yang aku pakai dan langsung menyapa air yang
langsung membasahi seluruh badan.
Selesai madi aku lanngsung menyapa tman-teman yang sedang
duduk-duduk di bebatuan dekat air terjun,
tampak di samping air terjun sebuah pohon besar yang akarnya menjulur
memeluk bebatuan cadas, akar-akar yang menggantung dari dahan dahan pohon ini
seakan mengisyaratkan keangkeran yang begitu kental, namun tak ku lihat di raut
wajah teman-temanku kengerian yang aku
rasakan.
Kami mulai beranjak meninggalkan air terjun, namun tak lupa
kami membawa air untuk minum dan memasak mie instan,setelah sampai di ”markas”
kami langsung memasak mie instan dan menyantapnya bersama-sama, beberapa menit
kemudian kami mulai dengan kegiatan masing-masing, aku mencoba berjalan ke
tempat yang agak tinggi, ku lihat ada pohon pinus di tepi tebing dengan bentuk
yang meliuk-liuk, entah sudah berapa puluh tahun pohon pinus itu. Aku semakin
tertarik dengan suasana yang sangat membuatku memikirkan sesuatu yang mungkin
bisa di bilang Mistis, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menuju pohon
tersebut, kurang dari satu menit aku telah sampai di samping pohon pinus dan di
sanalah aku rasakan betapa sejuknya suasana dan pemandangan yang terlihat dari
atas bukit, sejenak aku tertegun dengan semua pemandangan yang di suguhkan
alam, aku berniat untuk mengajak supri menikmati pemandangan sambil bercerita,
namun aku tak menemukan suupri yang terakhir aku lihat di belakangku, mataku
berusaha mencari ke segala arah namun aku hanya menemukan pepohonan pinus yang sangat lebat di sebelah
selatan, tapi masa bodoh ah yang penting nikmatin aja apa yang ada.
Waktu terus berjalan tanpa aku sadari matahari telah
membumbung di atas namun tak kunjung aku lihat supri, sementara Zainudin Latif
dan Aziz masih sibuk dengan kolak ubi buatan tadi pagi, sejenak mataku langsung
melihat suara yang muncul di belakangku, ternyata Supri muncul dari arah barat
dengan nafas yang terengah-engah dengan sedikit senyum di bibirnya, aku mulai
menanyakan dari mana saja pagi ini namun dengan nafas masih terengah-engah ia
menjawab bahwa ia tersesat di hutan pinus yang ternyata tidak jauh dari
tempatku duduk, agak aneh sih kenapa bisa dengan posisi “markas” yang berada di
atas bukit Supri tidak bisa menemukanya bahkan aku yang di panggil-panggil
tidak bisa mendengarnya.
Sebenarnya sampai sekarang aku masih bingung apa maksud dari
acara yang kalo di fikir-fikir aneh juga, tapi aku mau menggunakan kata “Semua
Ada Hikmahnya” bahwa dengan acara yang aneh dan agak nekat itu aku menjadi
benar-benar memahami dan mengenal kepribadian kami satu sama lain, sifat-sifat
asli dari seseorang akan muncul dengan alami dengan keadaan seperti itu,saat di
mana ketika matahari mulai meninggalkan kami yang mulai harus mengarungi malam
jauh dari pemukiman dan segala kemungkinan buruk yang terjadi.
Tapi dari semua yang pernah kita laewati itu akan menjadi kenangan yang tidak akan pernah terlupakan, KALIAN SEMUA LUARBIASA...
By Chozy..