Running LED


.PERSONAL BLOG FOR SHARING IN ALL MY LIFE.

02 January 2012

MEMORIAL AT SANGUATANG

Mungkin bukan ide yang konyol jika rencana untuk kemping di alam bebas di lakukan dengan waktu dan tempat yang tepat.
Di hari yang telah di tentukan semua perlengkapan di siapkan walaupun aku merasa bukan perlengkapan yang di sediakan tapi sebuah bawaan apa adanya.
Kami mulai berangkat pada jam 2 siang, disinilah kami di suguhkan dengan pemandangan yang sangat menakjubkan, terlihat dari atas bukit desa sanguatang yang terhampar pesawahan dan sungai yang mengalir di sepanjang desa ini, kamipun perlahan mulai meninggalkan pedesaan di kawasan utara kabupaten purbalingga.
Jam menunjukan pukul  04 ketika kami sampai di pegunungan pinus, terlihat di sebelah utara terbentang pesawahan yang kami sebenarny nggak tau di mana persisnya area persawahan itu, setelah beristirahat beberapa menit kamipun bersiap untuk mendirikan tenda yang kami maksudkan untuk berteduh dan istirahat malam ini, namun ketika aku buka peralatan tenda,yang aku temukan hanyalah bahan berukuran 3X4 meter,
Apa yang harus aku lakukan dengan bahan yang berukuran 3X4 meter, mau di gelar buat tidur, ataasnya nggak ada, mau buat atasnya aja, nggak ada alas tidurnya,mau di paksain buat tenda, cuman muat buat 2 orang itupun nggak ada pintunya.
Sementara suasana mulai gelap otak kami terus berfikir
Tanpa ada perintah aku langsung mencari tempat untuk memberdayakan bahan yang ada agar kami semua bisa tidur dengan aman.
Aku meminta tolong  Zaenudin untuk mencari ranting kayu yang cukup dengan panjang sekitar 2 meter, dan zaenudinpun mencari di bantu Aziz yang dari tadi terbengong2 melihat paemandangan yang mulai gelap.
Supri dan Latif juga tidak luput dari perintah dan mereka mencari  apapun yang bisa di gunakan untuk menutupi tempat tidur (lebih tepatnya di sebut gubuk).
Setengah jam kemudian zaenudin datang membawa ranting yang aku maksud, tanpa pikir panjang aku langsung memasangkan ketiga ranting pada tebing yang tingginya sekitar 1,5 meter, di susul dengan supri dan latif yang  tergopoh2 membawa pohon glagah yang telah mengering, yaaah apapun lah yang penting bisa buat tutup kanan kiri.
Mungkin terlihat konyol atau mungkin persisnya bisa di bilang kayak Sudung (Rumah Babi hutan) Ha Ha Ha, tapi tak apalah yang penting kan bisa buat tidur.
Denagn sedikit waktu yang tersisa kami mulai mengumpulkan ranting-ranting kering untuk menyalakan api.
Matahari mulai tenggelam di sebelah barat meninggalkan warna kekuningan di langit yang hampir gelap, kamipun mulai menyiapkan makan sore di samping hutan pinus yang rimbun, setelah mie instan yang kami masak telah matang kamipun langsung menyantap bersama,  agak aneh sih mie instan yang kami makan seakan-akan terasa manis, mungkin efek air yang kami gunakan adalah dari mata air sekitar.
Sambil bercerita kamipun menghabiskan mie instan dan di lanjutkan dengan sholat maghrib, namun kami tidak sholat maghrib berjamaah bersama, karena 1 orang harus berjaga.
Kami menghabiskan malam bengan bercerita satu sama lain dalam sebuah ruang yang sangat terbatas, sesekali kami terdiam tanpa suara dan hanya terdengar nyanyian jangkrik dan siulan angin di hutan pinus di belakang kami.
Malam berlalu pagi nmenyapa dengan senyum sang mentari walau beberapa pohon masih di selimuti kabut yang seakan-akan enggan tuk meninggalkan pohon-pohon itu.
Kami menuruni bukit untuk mencari tmpat mandi, namun yang kami temui hanyalah puluhan air terjun yang tinngginya bervariasi mulai dari 2 – 15 meter.
Air terjun yang mengalir dengan percikan yang jernih terasa sangat dingin menusuk pori-pori, maksud hati aku ingin mandi namun apa daya badan mengigil.
Aku mulai mencari tempat lain untuk membasuh badan yang memang dari kemarin sore belum sempat mandi, setelah beberapa menit mencari akhirnya aku menemukan pancuran air yanng mengalirkan air jernih dan segar, akupun mulai membuka semua pakaian yang aku pakai dan langsung menyapa air yang langsung membasahi seluruh badan.
Selesai madi aku lanngsung menyapa tman-teman yang sedang duduk-duduk di bebatuan dekat air terjun,  tampak di samping air terjun sebuah pohon besar yang akarnya menjulur memeluk bebatuan cadas, akar-akar yang menggantung dari dahan dahan pohon ini seakan mengisyaratkan keangkeran yang begitu kental, namun tak ku lihat di raut wajah teman-temanku  kengerian yang aku rasakan.
Kami mulai beranjak meninggalkan air terjun, namun tak lupa kami membawa air untuk minum dan memasak mie instan,setelah sampai di ”markas” kami langsung memasak mie instan dan menyantapnya bersama-sama, beberapa menit kemudian kami mulai dengan kegiatan masing-masing, aku mencoba berjalan ke tempat yang agak tinggi, ku lihat ada pohon pinus di tepi tebing dengan bentuk yang meliuk-liuk, entah sudah berapa puluh tahun pohon pinus itu. Aku semakin tertarik dengan suasana yang sangat membuatku memikirkan sesuatu yang mungkin bisa di bilang Mistis, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menuju pohon tersebut, kurang dari satu menit aku telah sampai di samping pohon pinus dan di sanalah aku rasakan betapa sejuknya suasana dan pemandangan yang terlihat dari atas bukit, sejenak aku tertegun dengan semua pemandangan yang di suguhkan alam, aku berniat untuk mengajak supri menikmati pemandangan sambil bercerita, namun aku tak menemukan suupri yang terakhir aku lihat di belakangku, mataku berusaha mencari ke segala arah namun aku hanya menemukan  pepohonan pinus yang sangat lebat di sebelah selatan, tapi masa bodoh ah yang penting nikmatin aja apa yang ada.
Waktu terus berjalan tanpa aku sadari matahari telah membumbung di atas namun tak kunjung aku lihat supri, sementara Zainudin Latif dan Aziz masih sibuk dengan kolak ubi buatan tadi pagi, sejenak mataku langsung melihat suara yang muncul di belakangku, ternyata Supri muncul dari arah barat dengan nafas yang terengah-engah dengan sedikit senyum di bibirnya, aku mulai menanyakan dari mana saja pagi ini namun dengan nafas masih terengah-engah ia menjawab bahwa ia tersesat di hutan pinus yang ternyata tidak jauh dari tempatku duduk, agak aneh sih kenapa bisa dengan posisi “markas” yang berada di atas bukit Supri tidak bisa menemukanya bahkan aku yang di panggil-panggil tidak bisa mendengarnya.
Sebenarnya sampai sekarang aku masih bingung apa maksud dari acara yang kalo di fikir-fikir aneh juga, tapi aku mau menggunakan kata “Semua Ada Hikmahnya” bahwa dengan acara yang aneh dan agak nekat itu aku menjadi benar-benar memahami dan mengenal kepribadian kami satu sama lain, sifat-sifat asli dari seseorang akan muncul dengan alami dengan keadaan seperti itu,saat di mana ketika matahari mulai meninggalkan kami yang mulai harus mengarungi malam jauh dari pemukiman dan segala kemungkinan buruk yang terjadi.
Tapi dari semua yang pernah kita laewati itu akan menjadi kenangan yang tidak akan pernah terlupakan, KALIAN SEMUA LUARBIASA...

By Chozy..